Pemberontakan terhadap "Filsafat Menunggu Khas Manusia"
Saya jujur untuk mengakui bahwa saya kagum dengan sosok penyair Katholik Maronit dari Lebanon yang namanya telah tersohor di berbagai kalangan apapun,baik dari para cendekiawan,agamawan,sastrawan hingga para abg baperan pun seringkali larut dalam syair-syair yang ia tulis. Ia dikenal telah menuliskan tinta-tinta yang beraroma cinta,perdamaian bahkan pemberontakan terhadap peraturan-peraturan yang dzalim.Tinta-tinta yang ia tulis inilah yang mengantarkan dirinya sebagai sastrawan terbaik di muka bumi ini.Sosok yang saya bahas tak lain adalah Kahlil Gibran.
Kahlil gibran banyak menulis karya-karya hebat yang mungkin telah banyak kita kenal.Mulai dari Sayap-Sayap Patah,Jiwa-Jiwa Pemberontak,Air Mata dan Senyuman,S ang Nabi dan lain-lain.Bahkan karya yang berjudul Sang Nabi atau The Prophet pernah difilmkan secara animasi. Namun, tak hanya karya-karya berbentuk buku saja yang ditinggalkan Gibran dalam hidupnya, tetapi surat-surat Gibran untuk teman atau saudara-saudarnya pun layak kita baca dan cocok untuk bahan renungan dalam hidup kita.
Menyoal tentang surat-surat yang ditinggalkan oleh Kahlil Gibran. Salah satu surat gibran yang layak kita baca adalah surat yang ia tulis pada saudaranya yakni Mikhail Nukhaimah. Dari sekian banyak surat Gibran yang ia tulis pada Misye (panggilan Gibran terhadap Mikhail) adalah surat yang berjudul Filsafat Menunggu Khas Timur . Dalam surat itu, Gibran ingin mengungkapkan kekecewaannya pada sikap temannya yang bernama Nasib Uraidah yang tidak segera mengembalikan dua tulisan karya Misye yang diminta oleh Gibran. Diceritakan bahwa temannya tersebut (Nasib Uraidah) selalu menjanjikan dirinya / njanjeni dengan kata-kata “insyaallah”, ”tunggu dua hari lagi, “tunggu seminggu lagi” tanpa ada bukti,yang lantas membuat kecewa Gibran.Hingga terbitlah surat yang ia beri judul “Filsafat Menunggu Khas Timur” .
Sebuah judul dan mungkin sebuah proposisi filosofis bernada satire yang agaknya bisa membuat sebagian orang Timur bisa naik pitam jikalau dicermati lebih dalam makna “Menunggu” yang dimaksud oleh Gibran.Dalam tulisan tersebut, Gibran tidak memberikan sebuah konotasi yang “baik” pada kata “Menunggu”, dikarenakan (seperti dalam cerita diatas) surat tersebut ditujukan untuk teman Gibran yang telah mengecewakannya. “Menunggu” dimaksudkan dengan sifat lambat dalam bertindak, tidak cekatan, tidak bertanggung jawab serta omong kosong belaka.
Lantas, mengapa Gibran memberikan sebuah predikat “Filsafat Menunggu” yang berkonotasi “buruk” tersebut dengan “Khas Timur” ? Mengapa Gibran tidak memberikan judul Filsafat Menunggu Nasib Uraidah ( nama teman Gibran ) ? Lalu, Kenapa hanya Timur ? Kecewakah ia dengan wilayah kelahiranya ? Bukankah orang Barat pasti juga ada yang semacam itu ? Bagi saya, kata-kata Gibran terkesan berat sebelah serta terlalu mengkerdilkan Timur.
Namun, jika dicermati, ada baiknya juga Gibran memberikan kalimat satire tersebut, tak lain hanya untuk memberikan cambukan semangat dan kesadaran untuk bersikap tanggap serta penuh tanggung jawab yang harus dimiliki orang-orang Timur, dikarenakan ketertinggalan bangsa Timur terhadap segala kemajuan Barat. Meskipun hal yang dilakukan Gibran tersebut terlalu mengeneralisir dan mengkerdilkan Timur dalam visi peradabannya.
Dunia Timur menurut saya memang cenderung pada kehidupan spiritualis. India, Jepang, Persia serta negara-negara Timur lain contohnya. Kehidupan orang-orang Timur barangkali dipenuhi dengan macam-macam kehidupan filosofis yang asketis daripada kehidupan yang menitikberatkan keuntungan material demi kenikmatan yang temporal belaka. Di Makkah ada tokoh seperti Nabi Muhammad SAW, India terdapat Gandhi, Jepang punya Busidho bahkan Indonesia punya tokoh semacam Wali Songo. Tokoh-tokoh hebat tersebut lah yang mewarisi nilai-nilai kehidupan bangsa Timur.
Mungkin,yang dikecewakan oleh Gibran dari bangsa Timur adalah kesalahan praksis yang dilakukan para pengikut-pengikut tokoh-tokoh hebat Timur,bukan nilai filosofis yang real dari tokoh-tokohnya. Kecenderungan hidup asketis dan tak menjadikan keuntungan material menjadi tujuan, yang kerap kali membentuk model manusia yang acuh pada kewajiban duniawi, kerja lambat, tanggung jawab selain pada tanggung jawab spiritualisnya mereka abaikan. Inilah mungkin yang disesalkan Gibran dan mungkin jadi titik lemah bangsa Timur dari bangsa Barat yang terkesan tanggap dan penuh tanggung jawab karena dididik dengan pola-pola materialistik.
Sebagai contoh dan sampel corak model kehidupan Timur. Kita coba mengacu pada sebuah ayat Al-Quran dalam surah Al-Kahfi ayat 13-14 yang berbunyi :
وَلا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا
إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لأقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا
Artinya : Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali : "Insya Allah" . Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini".
Dalam ayat inilah mungkin yang menjadikan banyak orang sebagai dalih pembenaran dalam upaya malas untuk bertindak, tidak tanggung jawab serta tindakan tidak cekatan dan semacamnya. Ayat ini menurut saya adalah sebuah perintah untuk selalu mengikutsertakan Tuhan dalam setiap tindakan kita. Ayat yang mengindikasikan bahwa Tuhan selalu menjadi tokoh dibalik layar yang selalu kita niatkan dan kita tuju, apapun usaha kita.Bukan lagi sebuah dalih pembenaran bahwa “saya tidak menepati janji karena Allah”, “saya belum mengumpulkan tugas saya karena Allah” dan segala macam alasan lain. Yang bagi saya mereka yang berdalih demikian sebenarnya melakukan penghinaan tersendiri terhadap Tuhan karena menyandarkan Tuhan mereka dengan hal-hal yang negatif.
Maka dari pernyataan Gibran tersebut, jangan lagi kita menyalahkannya. Namun coba kita meresapi dan memaknai secara positif makna “Filsafat Menunggu Khas Timur” dengan cara tidak lagi menyepelekan tanggung jawab, tidak bermalas-malasan serta merubah diri kita semoga dan selalu berusaha menjadi orang yang penuh tanggung jawab dan cekatan dalam hal apapun. Bukan lagi ayat-ayat keagamaan dan pola-pola spiritualistik (yang khas dari Timur) yang kita jadikan dalih-dalih pembenaran.
Namun, secara Umum, tak hanya Barat dan Timur, akan tetapi dilihat dari sudut pandang ciri khas Manusia. Jika kita sering menginsyafi hidup. Memang nyatanya, jika kita mengaca pada nilai enak dan tidak enak pada cara kita menjalani hidup.Banyak orang dan bagi saya juga, jika kita hidup secara santai,bebas dari tanggung jawab dan tak ada tuntutan untuk mengerjakan apapun itu lebih enak, bukan ?
Maka tak salah juga jika saya membuat sebuah proposisi satire, mirip dengan Gibran yaitu “Filsafat Menunggu Khas Manusia”, Bolehkan ?
Komentar
Posting Komentar