Pahami Bahwa Engkau Segalanya


“Dalam bentuk engkau adalah mikrokosmos, pada hakikatnya engkau adalah makrokosmos. ”
Maulana Jalaluddin Rumi

Pernah pada suatu diskusi di kelas, saya berbincang-bincang sendiri dengan teman sebelah saya, karena waktu itu saya terpikirkan dengan pertanyaan yang bisa dikatakan sangar.

Sebenarnya apa sih yang kamu maksud dengan kebahagiaan ?
Aakah ia sama dengan kesenangan ?
Apakah bahagia itu ketika kamu teler, lalu kamu bisa menikmati hidupmu tanpa masalah ?
Apakah yang disebut bahagia itu ketika kamu bisa beli mobil ferrari, kemudian bisa pamer ke kerabat-kerabatmu ?
Ataukah ketika kamu mendapatkan pujian karena kamu orang terganteng di sekolah ?
Apakah harus dengan kekayaan atau jabatan kita bisa bahagia ?
Lalu, fokus obyek kebahagiaan itu untuk siapa ?
Siapakah penentu kebahagiaan ?

Ya, memang hal tersebut bisa bikin kita puas. Namun, setelah berpikir lama, saya berasumsi bahwa kebahagiaan adalah diri manusia itu sendiri. Diri manusia merupakan penentu rasa bahagia ataupun tidak. Kekayaan, jabatan, bahkan dunia seisinya (baca; kesenangan) tercipta karena untuk pemuas diri manusia. Ia menjadi obyek dari segala macam kesenangan.

Hal ini seperti ibarat air dan gelas. Gelas ibarat diri manusia, sedangkan air itu adalah macam-macam kesenangan. Boleh anda mengisi gelas tersebut dengan beberapa macam jenis air, bisa dengan kopi, susu, teh bahkan air comberan sekalipun. Maksudnya, boleh anda mengisi rutinitas dalam diri anda dengan beberapa macam-macam kesenangan, misalnya dengan harta yang melimpah, wanita cantik, mobil mewah serta kesenangan lain. Sah-sah saja.

Tapi ingat, gelas jangan anda lupakan ! Hanya gelaslah yang bisa menampung macam-macam air tadi. Bayangkan jika anda menuangkan air-air tadi, tetapi ternyata gelasnya bocor. Bukankah anda malah tidak mendapatkan macam-macam air tadi ? Lalu anda juga mendapati gelasnya juga tidak bisa dipakai lagi ?

Maksud saya, perhatikan dan fokuslah pada diri anda ! Diri manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dua hal yang saya rasa sangat istimewa, akal dan hati nurani. Akal dan hati nurani ini berfungsi sebagai pengerem perbuatan dan kehendak manusia, ia juga sebagai penimbang-nimbang apakah hal ini cocok pada diri saya atau tidak. Sangat tidak bijak sekali jika kita hidup hanya fokus pada beberapa kesenangan semata dengan melupakan diri kita sendiri. Kita ibarat menuangkan air tapi gelas kita bocor. Sekali lagi, apakah anda dapat menampung air itu dalam gelas? Apakah kesenangan-kesenangan tersebut bisa membuat diri anda terpuaskan (baca;bahagia) ? Tidak bukan ?

Akal dan hati nurani yang tugasnya memanajemen distribusi kesenangan telah kita dzolimi. Kita lupa akan dua alat yang diciptakan Allah SWT tersebut dalam diri kita. Akibatnya, diri kita sendiri terperkosa dengan segala macam kesenangan-kesenangan yang salah. Misalnya, si Badrun hidupnya terfokus pada wanita cantik idamannya. Karena saking cintanya pada wanita tersebut, ia selalu terbayang-bayang wanita tersebut. Pendidikan ia lupakan, orang tua ia lupakan, sembahyang ia tinggalkan, bahkan sampai-sampai demi pengorbanan cintanya ia sering menghabiskan uangnya demi wanita tersebut sampai ngutang-ngutang pada temannya. Akibatnya, karena sering ngutang ia kehabisan uang dan tak bisa membayarnya. Dan mungkin banyak contoh lain yang mungkin lebih tragis, jikalau orang terlalu sembrono pada dirinya sendiri.

Sebegitu penting dan istimewanya diri manusia yang diciptakan oleh Allah SWT, seperti difirmankan Allah SWT : Telah kami ciptakan manusia dalam sebaik-baik ciptaan. Sampai-sampai Maulana Jalaluddin Rumi menggambarkan bahwa hakikat diri manusia adalah makrokosmos, meskipun dirinya adalah bagian kecil dari alam semesta ini. Karena seperti yang saya jelaskan diatas, bahwa diri manusialah obyek dari segala macam kesenangan yang ada di alam semesta ini.

Tetapi jika kita lihat mungkin kebanyakan orang tak memahami ini. Mereka terlalu lupa pada diri mereka. Kehidupan mereka dipenuhi dengan fokus mencari kekayaan, jabatan, libido-libido seksual yang tak lain adalah bagian-bagian kecil dalam alam semesta.  Bahkan sampai-sampai mereka mengejar hal-hal kecil itu dengan cara yang ngawur. Demi kekayaan mereka melakukan korupsi. Karena jabatan mereka mengorbankan pertemanan. Pemenuhan libido-libido seksual yang tak pas, misalnya pemerkosaan dan seks bebas. Contoh-contoh diatas kiranya lambat laun pasti akan berdampak pada diri mereka sendiri, bahkan berdampak pada diri orang lain serta keteraturan alam semesta itu sendiri.

Saya sempat terpikir, mungkin para orang bijak yang diturunkan oleh Allah SWT di alam semesta ini bertujuan untuk menyadarkan pada manusia akan hakikat-hakikat ini. Nabi Muhammad SAW turun pada kaum Quraisy yang immoral. Nabi Isa as diturunkan pada kaum Israil yang juga immoral. Socrates pun turun ditengah-tengah kaum Sophis yang menghalalkan segala cara dalam setiap perbuatannya. Yang tak lain sekali lagi hal ini berguna bagi diri manusia sendiri. Innama ana Rahmatun Muhdah {Sesungguhnya aku(Muhammad) adalah rahmat yang dihadiahkan (pada manusia sekalian)}. Begitu kiranya kata Nabi Muhammad SAW.

Maka, Man Arafa Nafsahu faqod arafa Rabbahu (Barangsiapa telah mengenal dirinya maka ia telah mengenal Tuhannya), begitu kata Nabi Muhammad SAW. Sangat istimewa sekali khabar (berita) nabi tentang pengorientasian diri manusia sampai ia disejajarkan pengorientasian pada sosok Tuhan. Mungkin karena begitu pentingnya hal itu. Sebab, dengan mengenal diri, kita bisa mencapai perbuatan, kehendak serta keinginan yang pas pada diri kita. Yang semua itu hakikatnya adalah rahmat Tuhan pada diri kita yang istimewa ini.

Jadi saya simpulkan bahwa Kebahagiaan adalah diri kita sendiri. Tentunya dengan memahami diri kita sendiri melalui dua alat yang diberikan Tuhan pada kita, yaitu Akal dan hati nurani. Kesenangan-kesenangan seperti kekayaan dan lain sebagainya itu bagi saya adalah sekedar pelengkap. Kita boleh menikmatinya, tapi ingat jangan anda hanya fokus pada kesenangan itu. Tetapi, timbang-timbang dulu kecocokan dengan diri anda lalu baru integrasikan.

Komentar

Postingan Populer