Islam yang Ramah bukan Islam yang Marah

Akhir-akhir ini di kalangan masyarakat Muslim sedang booming tindakan-tindakan kekerasan yang mengatasnamakan islam,seperti bom bunuh diri dengan dalil jihad fi sabilillah,perang sesama muslim (menyerang yang tidak sefaham) seperti kelompok radikal ISIS,pengkafiran,pembid’ahan,pensyirikan sesama muslim yang tidak sefaham.Hal semacam ini jelas menimbulkan perpecahan di kalangan umat islam itu sendiri dan yang pasti menimbulkan stigma yang negatif bagi islam,baik di kalangan Muslim maupun non Muslim.Bahkan seperti di Amerika pun,sedang marak Islamofobia,karena ulah-ulah segelintir kelompok radikal yang melakukan tindakan-tindakan teror yang mengatasnamakan Islam.Sungguh ironi sekali pemandangan-pemandangan seperti ini di era yang majemuk seperti sekarang,Islam yang merupakan  dien rahmat bagi seluruh alam yang menghargai kemajemukan,kelompok-kelompok tersebut malah memaknai dengan agama kekerasan,keamarahan dan disloyalitas terhadap khilafiyah baik sesama muslim sendiri maupun terhadap non Muslim.Hal ini sudah selayaknya ditindak dan ditanggapi oleh umat Islam sendiri,agar tak ada lagi hujatan-hujatan yang ditujukan pada Islam.

Kesalahan paradigma kelompok radikal didasari oleh interpretasi yang terlalu tekstual pada kalam-kalam Ilahi(Al-Qur’an) dan sunnah nabawiyyah(Hadits Nabi Muhammad SAW)dan mengabaikan makna-makna majazi(kiasan),padahal  tidak semua ayat dalam Al-Qur’an maupun Sunnah itu bisa dimaknai secara tekstual(apa adanya kalimat) maupun literal (makna sebenarnya) atau harfiah. Bahkan mereka saking tekstualnya sering mentajsimkan Allah dan mentasybihkan Allah,hal semacam ini akan menimbulkan bumerang pada diri mereka sendiri. Padahal nash-nash itu  mempunyai  perbedaan  besar  jika dilihat dari dilalahnya (petunjuk/indikator),ada yang bermakna qath’i (pasti) dan dzanni (dugaan),ada yang dimaknai secara dzahir dan ada juga yang harus dimaknai secara bathin.Ayat yang qath’i di Al-Quran seperti tentang hukum waris,perintah sholat,larangan zina,dan lain sebagainya.Masalahnya yakni ayat-ayat dilalahnya qath’i seperti ini hanya sedikit,sedangkan sebagiannya merupakan ayat yang berdilalah dzanni  yang harus dipahami secara bathin,maka para ulama’ akhirnya menghimpun kaidah-kaidah Ushulliyah,karena para ulama’ menyadari bahwa Al-Qur’an butuh interpretasi makna agar mencapai maksud teks yang dikehendaki,bukan hanya sekedar dogma-dogma  seperti bibel dan kitab suci lain

Maka dari itu kita harus memaknai ayat-ayat dzanni  ini dengan interpretasi yang benar menurut para ulama’,yaitu Pemaknaan hukum pada ayat tersebut yang bergantung pada kondisi dan zaman.Bahkan syekh Ibn al-Qayyim Al-Jauziyah,yang merupakan ulama’ rujukan kelompok-kelompok tersebut berkata “taghayyur al-ahkam bi taghyyur al-ahwal wa al-azman” yang artinya berbedanya hukum itu bergantung pada berbedanya kondisi dan zaman.Jika kita lihat hal ini,maka sangat sinkron dengan pendapat-pendapat ulama’ kelompok radikal sekarang yang terlalu jumud(statis) dan memperkosa konteks(zaman dan kondisi sosial)  dan dipaksakan dengan teks secara mutlak.

Paradigma tekstual yang tatharruf/ektremisme  terhadap Al-Qur’an,mengganggap merekalah kelompok terbenar yang membawa syariat yang murni,mengganggap kebenaran hanya milik mereka,sering mengkafirkan dan disloyalitas pada selain mereka menurut saya adalah tindakan bid’ah yang sebenarnya.Tindakan seperti ini sama halnya kaum-kaum pada masa awal islam yaitu Zahiriyah dan Hasyawiah yang terlalu tekstual  dalam ayat-ayat Al-Quran sehingga sampai mentasybihkan/menyerupakan Allah dengan makhluknya.Mereka juga bagaikan kaum Khawarij yang sering mengkafirkan,mensyirikkan dan menonjolkan kekerasan pada sesama muslim yang tak sependapat ,Naudzubillah...

Maka dari itu,marilah kita berpegang teguh pada ajaran dan ijtihad salafus salih yang selalu berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah secara baik dan benar,yang tidak tatharruf/ektremisme baik kanan(tekstual/fundamental) seperti kelompok-kelompok radikal sekarang, dan jugatidak pada kelompok ekstrim kiri (kontekstual/liberal).Kita harus bersikap moderat,tawassuth,jalan tengah lurus,berkeseimbangan yang merupakan karakteristik Islam itu sendiri.Islam bukan hanya agama yang mengandalkan naqli (riwayat seperti nash al-Qur’an dan As-Sunnah) saja.Islam juga bukan hanya agama yang mengandalkan aqli (akal) saja dan mengabaikan nash.Islam menginginkan integrasi atas keduanya yaitu integrasi antara naqli dan aqli,dan yang akhirnya terwujudlah maqashid as-syariat(tujuan-tujuan diberlakukannya syariat) yang  berproporsi adil baik dalam konteks kondisi dan zaman pada realita seperti sekarang ini,tidak ada lagi Islam yang keras,karena  hakikat Islam itu sendiri adalah agama yang ramah bukan agama yang marah,serta  terwujudnya Islam seperti yang difirmankan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah.
Allah berfirman :
 وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ  
 Dan demikian Kami telah menjadikan kamu, umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS.Al-Baqarah 143).
Wallahu A’lam Bisshowab...
Malang,08 Oktober 2015
 

Komentar

Postingan Populer