Agama dan Qishash sebagai Upaya Preventif bagi Koruptor di Indonesia


Dari hari-kehari,tindakan Koruptor para pejabat di Indonesia semakin menjadi-jadi,media massa seperti koran,televisi,dan lain-lain selalu memberitakan hal “yang sudah biasa” ini.Hal ini merupakan problem bukan hanya dalam ruang lingkup politik dan ekonomi saja,tapi hal ini juga merupakan problem kemanusiaan secara umum.Para “wakil rakyat” yang seharusnya merakyat malah menyiksa dan menipu rakyat,rakyat semakin miskin karena ulah-ulah para mereka.


Sebenarnya pemerintah sudah memberikan langkah-langkah preventif seperti pendidikan Anti Korupsi yang diterapkan pada institusi-institusi sekolah,tapi hal ini cuma menjadi “wacana usang” ,realitanya hal ini cuma membenahi dari sisi kognitif saja.Mereka hanya kaya materi tapi miskin spiritual.Seharusnya dalam wacana ini harus disisipkan aspek-aspek spiritual baik itu dari Agama Islam,Kristen,hindu,dan lain-lain.

Setidaknya Islam menawarkan konsep tasawwuf,yaitu pembenahan manusia dalam sisi kejernihan hati dari segala bentuk ma’siyat.Tasawwuf sangat erat kaitannya dengan keikhlasan,kezuhudan,qana’ah dan segala hal yang menyangkut kebaikan hati sebagai bukti ta’abbud kita pada Tuhan.Jika konsep-konsep seperti ini baik konsep lain dari agama lain  yang mempunyai esensi sama seperti tasawwuf diwacanakan,maka secara perlahan pastilah akan merubah perilaku Korupsi ini secara signifikan kearah yang lebih baik.Karena dimasa sekarang yang dibutuhkan adalah pembenahan secara spiritual  yang menyangkut hati.

Disisi lain,pemerintah juga memberikan hukuman-hukuman buat para koruptor,tapi dalam realitanya,hukuman itu tidaklah tegas,terkesan ringan dan tidak membuat jera,padahal tujuan penghukuman hakikatnya adalah agar tersangka jera.Bahkan banyak komentar pun muncul seperti “kalau arab potong tangan,kalau china potong leher,kalau Indonesia potong masa tahanan makanya korupsi tak kunjung berhenti”.Hal semacam ini tentulah semakin membuat ironis dan reaksi publik,ketidaktegasan pemerintah semakin jelas,bahkan segelintir pejabat pemerintah para koruptor tersebut dengan dalih korban politik,korban kriminalisasi,korban konspirasi dan dalih-dalih aneh lain yang tak bisa diterima pembelaannya.

Hal-hal semacam ini haruslah di rekonstruksi,jika tidak para koruptor dan bibit-bibit koruptor akan terus ada.Rekonstruksi meliputi hukum dan ketegasan para pejabat pemerintahan.Pemerintah seharusnya menetapkan hukuman yang setimpal dan benar-benar membikin jera,tetapi juga tidak merenggut sisi-sisi kemanusiaannya.

Saya disini sebagai penulis mengusulkan hukum Qishash potong tangan sangat relevan pada saat ini,setidaknya kita harus bijak dalam hal ini,kita harus melihat dari sisi manfaat hukum tersebut untuk masyarakat indonesia pada umumnya,bukan karena meninggikan agama satu dengan agama yang lain,karena pasti wacana ini akan sulit diterima oleh agama-agama lain yang mungkin “anti” dengan islam.

Hukum Qishash dalam hal ini saya tempatkan pada “opsi terakhir” dan paling praktis,karena jika kita bandingkan dengan hukum lain maka konsep maslahat Qishash lebih baik daripada hukum lain.Berikut ini perbandingannya :

Pertama,jika kita bandingkan dengan hukum mati seperti di China,hukum mati menurut saya ada unsur kemanusiaan yang diciderai yaitu hak hidup dan hak pembenahan diri “tobat”.Jika kita pakai hukum mati sang pelaku bukan jera melainkan binasa.Padahal agama apapun itu esensinya menuntut manusia untuk melakukan perbaikan bukan langsung menghakimi.

Kedua,kemudian jika kita bandingkan dengan hukum yang sekarang berlaku bagi para koruptor di Indonesia yaitu hukuman penjara.Realitanya menunjukkan bahwa hukum ini tak efektif karena tak sedikit para pelaku melakukan korupsi lagi,apalagi didalam pengaplikasiannya pemerintah juga cenderung tak tegas,sering berpihak pada para koruptur,sebagai contoh akhir-akhir ini Koruptor Gayus Tambunan yang berstatus tahanan pun masih bisa berekreasi ke Bali.Ironi sekali hukum negeri ini yang katanya berasas Demokrasi yaitu “oleh rakyat,dari rakyat,untuk rakyat” tetapi malah membiarkan Koruptor yang menindas rakyat berekreasi dengan status tahanannya.STOP hentikan semua ini,masyarakat butuh kemaslahatan,berikan hukum yang tegas pada mereka para penindas rakyat sehingga mereka benar-benar jera.Saya ingat suatu kaidah Fiqh yang mengatakan al-maslahatul ammah muqaddam ala al maslahatul khossoh yang artinya kemaslahatan umum itu harus didahulukan daripada kemaslahatan khusus.Sekarang,apakah pemerintah mementingkan maslahat rakyat Indonesia apa pejabat-pejabat korup yang menindas rakyat ?


Wallahu A'lam bisshowab

Komentar

Postingan Populer